PENINGKATAN JUMLAH JAMAAH PENGAJIAN RUTIN MALAM JUMAT DI GIRIKUSUMO PADA MASA TATANAN KEHIDUPAN NORMAL BARU

PENINGKATAN JUMLAH JAMAAH PENGAJIAN RUTIN MALAM JUMAT DI GIRIKUSUMO PADA MASA TATANAN KEHIDUPAN NORMAL BARU


Muhammad Abdul Qodir

UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

abdulbinnur7@gmail.com


Abstrak

Pengajian atau yang sering disebut juga sebagai majelis taklim merupakan salah satu kegiatan dakwah atau syiar Islam yang sudah menjadi kebutuhahan bagi umat muslim. Objek kajian dalam penelitian ini adalah jamaah pengajian rutin malam Jumat di Girikusumo, yang mana selama masa new normal ini jumlah jamaah yang hadir dalam pengajian justru mengalami peningkatan dibandingkan pada saat sebelum pandemi. Kegiatan pengajian tentunya penting diselenggarakan guna untuk melangsungkan dakwah Islamiyah di kehidupan masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab naiknya jumlah jamaah pengajian rutin di masa tatanan kehidupan baru. Dengan topik pembahasan diantaranya; bagaimana pengaruh peran Kyai dalam kegiatan pengajian; bagaimana peran media sosial dalam penyampaian informasi; dan bagaimana dampak pandemi terhadap kegiatan pengajian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara serta studi dokumentasi.

Kata kunci: pengajian, tatanan kehidupan normal baru

Pendahuluan

Islam merupakan agama yang penuh dengan kelembutan. Dalam penyebaran dakwah Islam di Indonesia dahulu dilakukan dengan cara-cara yang ramah tanpa adanya paksaan maupun kekerasan. Dakwah sebagai aktivitas hakikatnya merupakan pergerakan (harakah) transformasi Islam menjadi tatanan kehidupan pribadi, keluarga, jamaah, ummah dan daulah (Hasanah, Arah Pengembangan Dakwah melalui Sistem Komunikasi Islam, 2016). Oleh karena itu agama Islam terus berkembang sampai saat ini, dan para Kyai serta Ulama tetap melaksanakan dakwah Islam dengan ramah tamah, diantaranya dengan tetap menggelar majelis talim atau pengajian. Setelah seseorang mengikuti kegiatan pengajian diharapkan akan menjadikan pribadi yang lebih baik. Secara umum pengajian berasal dari kata kaji yang berarti pelajaran (terutama dalam hal agama), yang kemudian pengajian diartikan sebagai: (1). Ajaran dan pelajaran (2). Dan pembacaan Al-Quran. Kata pengajian itu terbentuk dengan adanya awalan pe dan akhiran an yang memiliki dua pengertian: pertama sebagai kata kerja yang berarti pengajaran, yakni pengajaran ilmu-ilmu Islam, dan kedua sebagai kata benda yang menyatakan tempat, yaitu tempat untuk melaksanakan pengajaran agama Islam, yang dalam pemakaianya banyak istilah yang digunakan, seperti pada masyarakat sekarang dikenal dengan majelis taklim (Suriati, 2015)

Tatanan Kehidupan Normal Baru dapat diartikan suatu kondisi dan/atau kebiasaan sosial masyarakat atau perilaku individu yang muncul setelah covid-19 selesai. Seperti Normal Baru, Normal Lama adalah kondisi sosial masyarakat sebelum pandemi covid-19. Semoga normal baru ini tidak membuat masyarakat sosial menjadi kelompok baru yang kehilangan sosialnya yang lama (Habibi, 2020) Di masa tatanan kehidupan normal baru ini (new-normal condition) kehidupan bermasyarakat dan bernegara telah kembali seperti semula. Pemerintah telah mengijinkan masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan sosial maupun keagamaan namun harus dengan protokol kesehatan yang telah ditentukan. Oleh karena itu pengajian rutin malam Jumat di Girikusumo dilaksanakan kembali untuk masyarakat umum setelah beberapa bulan dilaksanakan secara tertutup. Pengajian yang dimaksud disini adalah pengajian yang diselenggarakan rutin setiap malam Jumat di Pesantren Girikesumo Dukuh Girikusumo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Pengajian ini diasuh dan dipimpin oleh beliau KH. Munif Muhammad Zuhri atau jamaah sering menyebutnya dengan panggilan Kyai Munif. Pengajian rutin yang biasa dihadiri ribuan jamaah ini tentunys menjadi kegiatan yang selalu dinanti-nantikan oleh para jamaah pengajian, yang mana mereka menamakan dirinya Jamuna atau Jamaah Muji Nabi. Karena memang salah satu isi kegiatan dalam pengajian ini adalah pembacaan sholawat dan puji-pujian kepada nabi, dan juga membaca sejarah nabi. Oleh karena itu setelah mengikuti kegiatan pengajian ini diharapkan para jamaah akan mendapatkan ketenangan batin. Meskipun seringkali pengajian ini berlangsung sampai dini hari, nyatanya tidak menyurutkan semangat para jamaah yang hadir. Mereka berbaur satu sama lain duduk dibawah langit dengan alas seadanya dan dengan konsumsi yang mereka bawa sendiri. Tidak jarang dalam pengajian ini mendapat kunjungan dari artis ibu kota, pejabat pemerintahan baik tingkat regional hingga nasional, tokoh politik nasional dan tokoh-tokoh lainya. Menurut penuturan salah satu pengelola parkir, disetiap malam Jumat tercatat kurang lebih ada sekitar 2000 unit motor. Itu artinya paling tidak ada 4000 jamaah pemotor yang hadir, belum lagi rombongan jamaah yang menggunakan angkot/bus/kendaraan pribadi dan rombongan dari luar kota. Apabila pada bulan maulid dan malam Jumat terakhir (di bulan Ramadhan menjelang lebaran) maka jumlah jamaah yang hadir bisa mencapai dua sampai tiga kali lipat. (Nawir, 2020)

Di masa new normal ini ternyata tidak menyurutkan antusias jamaah untuk hadir ke pengajian. Bukanya berkurang justru jumlah jamaah pengajian mengalami peningkatan, hal tersebut tentunya menarik perhatian kita. Karena seperti yang kita ketahui, baik sejak masa pandemi yang mana diterapkan social distancing tentunya hingga masa new normal ini masyarakat lebih menghindari kerumunan massa, mengingat hingga saat ini kasus positif corona terus mengalami kenaikan. Dilansir dari covid19.go.id, perkembangan terakhir pada 26 Agustus 2020 pasien terpapar positif corona dalam sehari bertambah 2.306 kasus, dan menjadikan jumlah positif keseluruhan mencapai 160,165 kasus terkonfirmasi positif Covid-19, dengan pasien sembuh mencapai 115.409, dan pasien meninggal mencapai 6.944 kasus. Tentunya angka tersebut masih sangat tinggi di tengah masa tatanan kehidupan normal baru ini. Atas hal tersebut kajian ini penting untuk dilakukan, guna mengetahui faktor-faktor apa yang mengakibatkan jumlah jamaah pengajian rutin malam Jumat di Pesantren Girikusumo ini malah mengalami kenaikan di tengah situasi pandemi yang jumlah kasusnya terus bertambah. 

Metode penelitian yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode penelitian kualitatif. Dan metode pengumpulan datanya dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Observasi merupakan proses pengamatan sistematis dari aktivitas manusia dan pengaturan fisik dimana kegiatan tersebut berlangsung secara terus menerus dari lokus aktivitas bersifat alami untuk menghasilkan fakta. Oleh karena itu observasi merupakan bagian integral dari cakupan penelitian lapangan etnografi. Observasi kualitatif bersifat naturalistik, yang mana diterapkan dalam konteks suatu kejadian natural, mengikuti alur alami kehidupan amatan. Observasi kualitatif tidak dibatasi kategorisasi-kategorisasi pengukuran (kuantitatif) dan tanggapan yang telah diperkirakan terlebih dahulu (Hasanah, Teknik-Teknik Observasi, 2016). Observasi dilakukan oleh peneliti dengan mengikuti kegiatan pengajian di Pesantren Girikesumo secara langsung (Observer as participant) hingga pengajian selesai. Kemudian peneliti melakukan wawancara lisan terhadap beberapa jamaah yang turut hadir dan duduk di disekitar peneliti, dan juga mewawancarai beberapa teman melalui obrolan di Whatsapp (WA). Proses wawancara dilakukan secara tidak formal (unformal) dan pembahasan  berjalan mengalir sesuai keadaan. Kemudian didalam proses wawancara sedikit membahas mengenai peran ketokohan KH. Munif Muhammad Zuhri dan peran media sosial dalam proses penyebaran informasi mengenai kegiatan pengajian di Pesantren Girikesumo Mranggen. Kemudian studi dokumentasi yang bersumber dari tulisan-tulisan maupun informasi seputar pengajian di Pesantren Girikesumo.

Hasil dan Pembahasan

Pengajian Rutin Malam Jumat di Pesantren Girikesumo

Pengajian atau yang sering disebut juga sebagai majelis taklim merupakan salah satu kegiatan dakwah atau syiar Islam yang sudah menjadi kebutuhahan bagi umat muslim. Dalam musyawarah Majelis Taklim se-DKI Jakarta tahun 1980, mendefinisikan pengajian atau majelis taklim menurut istilah adalah: 

Majelis Taklim (Pengajian) adalah lembaga pendidikan Islam non formal yang memilik kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan manusia yang santun dan serasi antara sesamanya, dan antara manusia dengan lingkunganya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT (Suriati, 2015)

Begitupun seperti halnya pengajian rutin yang diselenggarakan di Pesantren Girikesumo Mranggen, yang mana dalam kegiatan pengajian tersebut dipimpin langsung oleh beliau KH. Munif Muhammad Zuhri, dengan materi pengajian seperti khataman Al-Quran, pembacaan Maulid Diba, istighotsah dan juga mauidhoh hasanah. Tentunya dalam pengajian ini dihadiri dan diikuti oleh banyak jamaah. Walaupun masih dalam masa tatanan kehidupan normal baru yang mana jumlah kasus positif covid-19 masih terus bertambah, dan di Provinsi Jawa Tengah sendiri menduduki posisi ketiga dengan jumlah positif Covid-19 terbanyak per 26 Agustus 2020 (Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, 2020), namun jumlah jamaah yang hadir dalam pengajian rutin ini justru mengalami kenaikan yang signifikan, hal itu terbukti dengan semakin panjangnya antrian kendaraan saat akan masuk ke lokasi pengajian hingga beberapa ratus meter, bertambahnya kantong-kantong parkir yang disediakan, dan juga penambahan lokasi untuk duduk jamaah pengajian yang hadir. Jika dahulu pada saat sebelum pandemi ini terjadi, jumlah kendaraan roda dua saja tercatat bisa mencapai 2000 unit, dan setiap unit bisa dinaiki oleh dua hingga tiga orang, dalam arti lain mereka yang datang menggunakan motor bisa mencapai 4000 jamaah (belum termasuk jamaah yang datang menggunakan kendaraan roda empat). Dan saat ini (new normal era) diperkirakan jumlah jamaah yang hadir mencapai dua hingga hingga kali lipat, seperti halnya yang terjadi ketika di bulan maulid dan malam Jumat terakhir di bulan Ramadhan. Hal tersebut tentunya dirasakan dan disadari oleh para jamaah yang hadir juga bagi masyarakat Girikusumo dan sekitarnya.

Menurut jamaah yang hadir, mereka tetap mengunjungi pengajian rutin ini karena memang sudah menjadi kebutuhan baginya, mereka menyadari bahwa pandemi Covid-19 ini merupakan ciptaan Allah SWT, mereka mempercayai itu dan meyakini bahwa Covid-19 itu ada. Walaupun memang di lokasi pengajian para jamaah tetap berkerumun, terdapat jamaah anak-anak, balita dan juga lansia, namun mereka tetap kusyu’ dalam mengikuti jalanya pengajian, sebagian dari mereka ada yang sedikit cemas namun ada pula yang sama sekali tidak cemas, karena mereka meyakini dengan adanya takdir Allah, terlebih mereka telah menerapkan protokol kesehatan diantaranya dengan memakai masker dan telah disemprot disinfektan. Memang dalam pelaksanaan pengajian ini panitia telah menerapkan protokol kesehatan, diantaranya dengan penyemprotan disinfektan kepada jamaah sebelum memasuki kawasan Desa Banyumeneng dan melakukan razia masker.

Mengenai kenaikan signifikan jumlah jamaah pengajian, diantara jamaah yang hadir menuturkan jika kedatangan mereka ialah karena kerinduan yang mendalam, dan kebutuhan akan talabul ilmi yang harus mereka penuhi. Karena memang selama pandemi pengajian rutin di Pesantren Girikesumo ini tidak dibuka untuk masyarakat umum namun hanya dilaksanakan dengan jamaah terbatas dan tertutup, dengan diterapkanya pysichal distancing dan juga sosial distancing, tentunya mereka (masyarakat umum) tidak bisa mengikuti dan juga mendapatkan hal-hal tersebut. Selama beberapa bulan mereka tidak bisa mengikuti kegiatan pengajian yang biasanya mereka ikuti dengan berbaur dan berinteraksi sesama jamaah, dan hanya bisa melaksanakan aktivitas keagamaan di rumah. Sehingga ketika di masa new normal pengajian ini dibuka kembali untuk umum, tentunya mereka datang berbondong-bondong dan seolah menjadi panggilan jiwa untuk mengobati kerinduan mereka dalam majelis ilmu tersebut. Kemudian juga dampak dari pandemi menjadikan aktivitas perekonomian dan pendidikan di masyarakat terganggu. Karena pandemi ini mengakibatkan banyaknya pengangguran, banyak karyawan (pabrik dan kantor) yang diliburkan atau bahkan dirumahkan, pekerja lainya yang kehilangan pekerjaanya, dan aktivitas pendidikan (sekolah dan kuliah) yang juga ditiadakan secara tatap muka  (dilaksanakan secara daring dan bergilir), tentunya mengakibatkan kejenuhan mereka di rumah sehingga mengakibatkan mereka hadir kedalam pengajian rutin ini. 

Bagi jamaah yang hadir dari kalangan pekerja ataupun mahasiswa, kedatangan mereka dalam kegiatan pengajian ini yaitu untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat mereka, mereka tidak mau hanya fokus mengejar kehidupan dunia di siang hari namun hanya beristirahat di malam hari tanpa memanfaatkanya untuk mencari bekal/kebutuan akhirat juga. Manusia merupakan mahluk yang diciptakakan Allah paling sempurna, yang mana terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Unsur jasmani terdiri dari panca indera yang dalam pemenuhanya dapat melalui sandang dan pangan. Sedangkan rohani terpenuhi melalui hidayah dan tausiah agama. Kebutuhan jasmani cukup mudah diperoleh, asalkan mau bekerja dan berusaha mencarinya maka hal-hal seperti fisik prima, kaya dan sejahtera akan mudah untuk didapat. Namun sebaliknya dalam memenuhi kebutuhan rohani akan lebih sulit daripada kebutuhan jasmani (Sahrul, 2014). Oleh karena itu walaupun mereka bekerja di siang hari namun tetap menyempatkan untuk datang ke pengajian yang digelar sampai larut malam ini, karena keyakinan mereka dengan ikutnya mereka kedalam pengajian ini dan berbaur bersama jamah lain akan mendapatkan ketentraman jiwa guna memenuhi kebutuhan rohani dan otomatis menghilangkan rasa capek mereka. Kemudian di sisi lain, bagi jamaah yang berasal dari Dusun Girikusumo itu sendiri, mereka selalu datang kedalam pengajian yang diselenggarakan disekitar tempat tingal mereka, Nifa Sofiyani (19 th) salah seorang jamaah yang berasal dari Girikusumo menuturkan jika masyarakat di sekitar pondok tidak memanfaatkan majelis yang ada tentunya itu hal yang merugikan. Membludaknya jamaah yang hadir ini ternyata memberikan manfaat bagi pedagang di sekitar lokasi dan disambut positif oleh masyarakat sekitar, karena dengan bertambahnya jumlah jamaah tentunya menjadikan kenaikan omset bagi mereka. Seperti halnya penuturan Ibu Eni (50 tahun), salah seorang pedagang di sekitar lokasi pengajian mengaku jika omset penjualanya meningkat hingga 50% dibanding dengan malam Jumat sebelum pandemi, dan beliau bersyukur atas hal tersebut. 

Peran Ketokohan Kyai 

Dalam dunia pesantren tidak bisa terlepas dari sosok seorang kyai. Dalam kehidupan di pesantren kyai tidak hanya sebatas sebagai pemimpin perihal keagamaan saja, namun juga menjadi panutan dalam segala aspek kehidupanya. Tutur kata dan laku-lampahnya akan menjadi teladan bagi seluruh santrinya dan juga bagi masyarakat sekitar. Selain sebagai imam di bidang ubudiah dan ritual upacara keagamaan, namun kyai juga sering pula diminta kehadiran sosoknya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada ditengah masyarakat. Meskipun  kyai sering dikonotasikan sebagai kelompok tradisional, keberadaannya ternyata tidak dapat digantikan oleh tokoh non formal lainnya. Peranannya sebagai figur sentral merupakan fakta yang tidak perlu dipungkiri, khususnya  di kalangan Nahdhiyyin. Bahkan visi dan misi keilmuan kyai dalam suatu pesantren beserta kualitas santrinya menjadi salah satu barometer penilaian masyarakat terhadapnya. Kharisma kyai yang memperoleh dukungan dan kedudukan di tengah kehidupan masyarakat terletak pada kemantapan sikap dan kualitas yang dimilikinya, sehingga melahirkan etika kepribadian penuh daya tarik. Proses ini bermula dari kalangan terdekat  kemudian mampu menjalar ke tempat berjauhan. Kyai tidak hanya dikategorikan sebagai elit agama. Dalam konteks  kehidupan pesantren, kyai juga menyandang sebutan elit pesantren yang memiliki otoritas tinggi dalam menyimpan dan menyebarkan pengetahuan keagamaan (Fadhilah, 2011) 

Pemimpin adalah kompas, petunjuk arah. Orang cenderung berharap pada kehadiran pemimpin yang dipersepsikan serba tahu (bahasa Jawanya weruh sak durunge winarah), sebagaimana Leroy Eimes katakan, a leader is one who sees more than others see, who see farther than others see, and who sees before others see. Karenanya, pemimpin adalah sosok yang dibanggakan, serta membuat yang dipimpin jadi percaya diri. Pemimpin selalu berfikir dan bertindak bagi kemajuan organisasi dan komunitas yang dipimpinya melampaui kepentingan pribadinya. Jadi selain ketertiban, kata kunci lain yang perlu kita perhatikan adalah panutan. Suatu komunitas memerlukan panduan dan panutan, yakni sosok yang dianut atau dirujuk, yang mempu mengayomi dan melindungi, serta dapat diandalkan berdiplomasi dengan kelompok lain (Alfian, 2012). Di kalangan Pesantren Girikesumo khusunya, figur sang Kyai Munif sangat berperan dalam corak kehidupan bermasyarakat. Beliau merupakan panutan, tokoh sentral yang mana tutur-lampahnya akan berpengaruh terhadap pola perilaku dan kegiatan bermasyarakat khususnya di lingkungan sekitar pondok, dan umumnya kepada seluruh santri dan jamaah pengajian beliau. Karena memang hampir seluruh hidupnya beliau dedikasikan untuk melayani dan membimbing umat. 

Tak jarang pengajian malam Jumat di Pesantren Girikesumo ini mendapat kunjungan dari kalangan figur publik maupun dari kalangan politik daerah hingga nasional. Kyai Munif merupakan tokoh yang masyhur dikalangan Nahdliyyin khususnya dan seorang tokoh yang sangat berkharisma, sehingga memiliki daya pikat dan juga ketertarikan tersendiri. Bagi para jamaah dan alumni Pesantren Girikesmo tentunya memiliki ikatan batin dan keterkaitan dengan sang Kyai Munif, jadi apabila sang kyai berhalangan untuk mengisi pengajian dan diketahui terlebh dahulu oleh jamaah, maka besar kemungkinan juga para jamaah banyak yang tidak hadir karena ketidakberadaan Kyai Munif tersebut. Menurut Maksum Qowamuddin (23 tahun) Kyai Munif merupakan tokoh istimewa baginya, seorang jamaah yang juga sebagai alumni Pesantren Girikesumo ini mengaku tujuan utamanya datang adalah untuk mengaji, menyambung silaturahmi di pesantren dan juga ngalap berkah sang Kyai Munif, maksudnya mengharap diturunkanya berkah dari Allah yang diperantarakan melalui Kyai Munif. Begitupun juga yang diharapkan oleh sebagian besar jamaah yang hadir. Apalagi di tengah situasi global yang belum membaik ini, dengan adanya kegiatan pengajian, terkhusus doa dari Kyai Munif tentunya diharapkan akan segera menjadikan pandemi global ini lekas berakhir, serta menciptakan semangat baru dan optimisme jamaah dalam menjalani hidup. 

KH. Munif Muhammad Zuhri merupakan salah satu kyai besar yang masih ada di Jawa tengah, sehingga menjadi menjadi daya tarik tersendiri. Selain di pesantren, juga merupakan Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jawa Tengah, sehingga tidak jarang jamaah yang hadir dari kalangan politik, selain untuk bersilaturahmi, meminta nasihat atau saran juga untuk meminta doa dan restu dari Kyai Munif. Dr. C.A.O. Van Niewehuijze, dalam bukunya Aspect of Islam in Post Colonial Indonesia, sebagaimana dikutip KH. Sarifuddin Zuhri dalam Kaleidoskop Politik di Indonesia menyatakan: For whatever reason, more succesful with the kiyahis than with the secularized political leader (gerangan apa sebabnya bahwa para kyai lebih sukses dibanding dengan para pemimpin politik yang sekuler) (Shidiq, 2015). Hal tersebut bermaksud jika ketokohan seorang kyai tentunya mempunyai peran andil baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai perpolitkan yang sedang berlangsung. Hal tersebut tentunya telah lama kita ketahui, sejak zaman perjuangan kemerdekaan dulu, banyak kegiatan pergerakan serta perlawanan terhadap penjajah yang berawal dari pondok pesantren. 

Media Sosial 

Seiring perkembangan zaman, saat ini hampir semua lini kehidupan telah berkaitan dengan teknologi, baik teknologi informasi maupun komunikasi. Tidak terkecuali mengenai aktivitas dakwah atau syiar keislaman. Yang mana kini dakwah Islam, yang termasuk didalamnya yaitu kegiatan pengajian telah merambah ke media sosial. Media sosial merupakan sarana yang hampir dimiliki dan digunakan seluruh lapisan masyarakat. Dengan adanya media sosial tentunya akan mempermudah antar individu maupun kelompok untuk beriteraksi dan berkomunikasi melalui jejaring online. Apalagi selama masa pandemi yang mana diterapkanya social distancing tentunya menjadikan keberadaan media sosial sangat penting bagi aktivitas masyarakat di dalam rumah, seperti aktivitas pendidikan dan sosial keagamaan, karena memang hampir sebagian besar di alihkan melalui media sosial. 

Seakan telah menjadi kebutuhan, dakwah melalui media sosial penting dilakukan guna menjawab tantangan dan kebutuhan zaman. Menurut (Fitriyani, 2017) melakukan dakwah melalui media sosial adalah karena banyaknya masyarkat yang masih awam tentang pengetahuan agama, sehingga menjadikan para ulama berinisiatif untuk melakukan dakwah melalui media sosial dengan tujuan mengajak masyarakat untuk lebih memanfaatkan internet sebagai suatu wadah untuk menambah ilmu pengetahuan. Pesantren Girikemo sebagai penyelenggara kegiatan pengajian rutin tersebut tentunya berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam upaya menyebarluaskan dakwah Islam di zaman modern ini, saat ini Pesantren Girikesumo telah memili akun media sosial juga, seperti halnya di Facebook dan Youtube. Hampir setiap minggu akun Facebook (@pesantrengirikesumo) mengunggah konten-konten yang berkaitan dengan informasi seputar pondok, pengajian rutin, maupun mengenai materi pengajian minggu sebelumnya, jadi diolah kembali dalam bentuk visual (kutipan/quotes) maupun audio-visual (cuplikan rekaman ceramah yang diedit sedemikian rupa dengan ditambah terjemahan dan juga backsound). Oleh karena hampir sebagian besar pembawaan mauidhoh menggunakan bahasa Jawa, dengan adanya subtitel ataupun terjemahan tersebut menjadikan pesan yang disampaikan akan lebih mudah dipahami oleh jamaah. Kutipan atau quote dapat diambil dari berbagai sumber seperti media cetak, media online, media sosial, baik bersifat teks, audio, maupun visual. Petikan kalimat ini biasanya diberi tanda kutip (quotation marks) atau biasa pula disebut tanda petik, untuk memberi tanda atau penekanan kutipan. Dalam perkembangannya, quote lebih cenderung menunjuk pada pesanpesan singkat yang lebih sering digunakan sebagai pelengkap sebuah gambar, kartu, iklan, baliho dan semacamnya untuk memperkuat pesan dan kesan (Hamdan, 2020). Seringkali hasil unggahan akun Pesantren Girikesumo tersebut lantas diunduh dan disebarluaskan kembali oleh jamaah yang melihatnya, dan akan terus tersebar dari satu orang ke orang lain. Kemudian akun Youtube Pesantren Girikesumo digunakan untuk menyiarkan secara langsung (live streming) kegiatan pengajian rutin malam Jumat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan jamaah yang tidak bisa hadir secara langsung ke majelis baik karena keterbatasan waktu ataupun jarak, dan tentunya agar bisa ditonton ulang kapanpun dan dimanapun. Terlebih lagi ketika pandemi berlangsung, yang mana pengajian ini tidak dibuka untuk umum sehingga menjadikan tayangan di Youtube ini sebagai alternatif bagi jamaah untuk bisa mengikuti pengajian walaupun hanya dari rumah. 

Berkaitan dengan kenaikan jumlah jamaah yang hadir dalam pengajian rutin di Pesantren Girikesumo di masa new nomal ini tentunya tidak terlepas dari peran media sosial dalam menyebarkan informasi seputar pengajian tersebut. Setelah beberapa bulan pengajian ini ditutup untuk umum tentunya menjadikan kerinduan yang mendalam bagi jamaah yang bianya datang secara rutin, dengan dibukanya kembali kegiatan pengajian tersebut tentunya menjadikan para jamaah datang berbondong-bondong, disinilah peran media sosial dalam menyampaikan informasi bahwa pengajian di Pesantren Girikesumo telah dibuka kembali yang mana tersebar dari satu orang ke orang lain. Selain itu tidak jarang bagi jamaah pengajian malam Jumat ini ramai-ramai mengunggah cerita/story terkhusus di Whatsapp sebelum berangkat ke pengajian atau bahkan dari awal hari Kamis. Biasanya dengan konten quotes, foto sang kyai, maupun cuplikan video ceramah Kyai Munif. Baik yang berasal dari media sosial Pesantren Girikesumo atau dari sumber lain (semisal dari internet, atau melihat dari postingan orang lain kemudian meminta dan reupload), dan tidak jarang menggunakan caption berisi ajakan. Berawal dari sanalah proses penyebaran informasi mengenai kegiatan pengajian ini bisa menyebar luas sehingga menimbulkan ketertarikan jamaah untuk datang. 

Ada tiga sebab utama datangnya jamaah ke pengajian rutin ini; (1) Mereka yang merupakan alumni pondok atau masyarakat sekitar pondok (2) Diajak oleh teman ataupun jamaah yang sebelumnya pernah hadir, dan (3) Melihat dan mendapatkan informasi melalui media sosial. Di masa new normal ini tidak sedikit para jamaah yang hadir karena ketiga hal tersebut. Disamping itu banyak juga para jamaah yang tidak menghadiri pengajian secara langsung namun mengunggah postingan cerita di Whatsapp. Seperti halnya Rahma (19 tahun) yang sering mengunggah cerita seputar foto atau cuplikan video ceramah Kyai Munif menjelang malam Jumat sedang ia tidak menghadiri pengajian tersebut. Rahma yang berada di luar kota ini menuturkan bahwa hal tersebut ia maksudkan untuk mengobati rasa rindunya karena tidak bisa hadir secara langsung di Pesantren Girikesumo untuk mengikuti pengajian, dan sebagai penawar kerinduanya kepada sang kyai. Sedangkan biasanya ia mendapatkan konten yang ia unggah tersebut dari teman-temanya yang bisa menghadiri pengajian secara langsung. Selain untuk mengobati rasa rindunya, Rahma juga bermaksud ingin menyebarkan kebaikan yang mana ia meyakini bahwa konten quotes ataupun cuplikan ceramah yang ia unggah tersebut berisi ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Sehingga secara tidak langsung ia turut berperan untuk menyebar-luaskan informasi seputar pengajian tersebut. 

Simpulan

Di masa new normal ini menjadi semangat baru untuk para jamaah dan masyarakat untuk memulai kehidupan normal mereka. Setelah dibuka kembali untuk masyarakat umum, jumlah jamaah yang hadir di pengajian rutin malam Jumat di Pesantren Girikesumo ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan sebelum masa pandemi. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya sebagai upaya pemenuhan kebutuhan rohani jamaah setelah beberapa bulan hanya melakukan aktivitas di dalam rumah. Kemudian karena peran ketokohan Kyai Munif di tengah masyarakat, yang mana karena kharismanya menarik para jamaah yang rindu akan sosok beliau untuk hadir. Dan media sosial berperan dalam menyebar-luaskan informasi mengenai kegiatan pengajian tersebut.



Daftar Pustaka

Alfian, M. A. (2012). Kekuatan Pemimpin: Bagaimana Proses menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Kubah Ilmu.

Fadhilah, A. (2011, Juni). Struktur dan Pola Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren di Jawa. Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 8, No.1:101-120 , 104.

Fitriyani, Y. (2017, September). Analisis Pemanfaatan Berbagai Media Sosial Sebagai Sarana Penyebaran Informasi Bagi Masyarakat. Paradigma, Vol. 19, No. 2, 151.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Situasi Virus COVID-19 di Indonesia. Satuan Tugas Penanganan COVID-19: covid-19.go.id (DIakses pada 26 Agustus 2020)

Habibi, A. (2020). Normal Baru Pasca Covid-19. Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, 4, nomor 1, 202.

Hamdan. (2020, Juli). Quotes in Socmed, Sebuah Model Dakwah di Medsos. Jurnal Mercusuar Volume, 1 No 1 , 38.

Hasanah, H. (2016, Juni). Arah Pengembangan Dakwah melalui Sistem Komunikasi Islam. At-Tabsyir: Jurnal Komunikasi Islam, 4, nomor 1, 133.

Hasanah, H. (2016, Juli). Teknik-Teknik Observasi. Jurnal at-Taqaddum, 8, Nomor 1, 23.

Nawir, M. Menggapai Ketenangan Batin di Pengajian Jamuna Girikusumo. https://www.kompasiana.com/masnawir7439/5e1777b2097f3651923a7df2/menggapai-ketenangan-batin-di-pengajian-jamuna-girikusumo (Diakses pada 23 Agustus 2020)

Sahrul. (2014). Filsafat Dakwah: Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi. Medan: IAIN PRESS.

Shidiq, R. (2015). KH. Sharifuddun Zuhri Mutiara dari Pesantren. Tangerang: Pustaka Compass.

Suriati, S. (2015). Efektifitas Pengajian Rutin dalam Meningkatkan Perilaku Beragama Masyarakat. Al-Misbah, 121.

Komentar